catatan 6/4/2004
Suatu kondisi sore yang cerah. Tak sebagaimana
biasanya, sore ini diwarnai hujan meski tak lebat. Bukan salah musim memang
pergerakan musim tiap tahun bisa berbeda.
Pondok Kyai Mojo, begitu pula adanya santri
menjadi kebudayaan hari Jum’at sore itu sepi. Para santri lebih suka Sepak bola
dilapangan. Sore itu hanya ada kang-kang ndalem yang selalu stand by di Pondok.
Menunggu bila Abah Kyai membutuhkan, hidup mereka memang dikhidmatan untuk
Pondok Pesantren.
“Assalamu’alaikum”
Ucap salam Kang Kipli memecah konsentrasi Abah
Kyai yang sedang mutola’ah kitab.
“Wa’alaikum salam”.
Hukum menjawab salam adalah “fardhu kifayah”.
Telah gugur perkara itu, manakala satu diantara komunitas sudah melakukannya.
Berbeda dengan fardhu a’in, ia harus dilakukan setiap orang islam.
“O, kamu to, ono opo? Kate muleh piye?”
Tebak Pak Kyai dan dengan sopannya Kang Kipli
menjawab
“Mboten, bade nyuwun solusi”.
“Disekolah saya masuk kandidat pencalonan OSIS.
Saya takut bila nanti menjadi OSIS pelajaran sekolah kocar-kacir”
“Pilihlah sesuatu yang kamu anggap mampu dan
tinggalkan sesuatu yang kamu anggap ragu”
Demikian Abah Kyai memberikan jalan keluar.
Beliau mengajak santrinya untuk berfikir secara dewasa. (13/01/2005)
Tag,
Kyai Imron Djamil Tambak beras Jombang, Pondok
Kyai Mojo Tembelang, Santri Kyai Mojo, Sastra santri, santri belajar menulis, santri
menulis, catatan santri, kyai dan santri , santri dan kyai, marzuki, marjuki,
kang kipli, kang badri, iksakma, ikatan santri karesidenan madiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar